Wednesday, June 15, 2011

MUSIBAH

Setelah melaksanakan ibadah shalat Isya, kami berkumpul di pelataran mesjid, nampak 25 orang sudah siap berangkat untuk memperbaiki gizi (ups..! tahlilan maksudnya), aku punya satu anekdot yang aku peroleh dari guruku di kampung ; "apabila ingin beribadah cepat, silakan ikut Muhammadiyah, tapi apabila ingin perut kenyang setelah ibadah, silakan ikut NU (Nahdlatul Ulama)" kenangku.

Dari kejauhan, aku melihat Yuki dan Muladi sedang berbincang, tak salah lagi pasti sedang ngobrol tentang kejadian tadi siang, bukan siding skripsinya Mat Bensin tentunya, dilihat dari sorot matanya, Yuki sedang curhat tentang gadis “si penjual roti” yang sedang PKL dikampusnya. Dan aku harap Yuki tidak lagi jingkrak-jingkrakan di tempat tahlilan nanti.

Sesampainya di rumah duka, aku langsung saja duduk persis disampingnya Mas Rosyid –mahasiswa tingkat tinggi di pesantrenku, yang sudah hapal ratusan doa-, dia nampak terlihat calm dan berwibawa. Dari kejauhan, aku melihat bu Jojon beserta 3 putrinya terlihat masih menyimpan luapan tangis, matanya masih terlihat sembab dan rona wajahnya memerah. Melihat pemandangan keluarga pak Jojon ini, aku teringat dengan kejadian serupa yang menimpaku 5 bulan silam.

***

Ketika itu hari Sabtu tanggal 12 Rabiul tsani, aku mendapatkan sesuatu yang tidak pernah ku duga, sesuatu yang tak pernah kutakutkan, tak sedikitpun terbesit, tak sekejap pun terlintas bahwa aku akan mengalaminya, seperti petir di siang bolong, seperti hujan badai di tengah sahara, aku yang selalu tampak ceria, ketika hari itu, air mataku terpaksa menetes.

Pagi hari setelah dirosah pada hari itu, aku berbincang dengan Bawo –mahasiswa perikanan asal Tuban- beserta Ust. Abdulah –guru ngajiku lulusan Gontor yang berasal dari Blitar-, beliau menceritakan pengalaman-pengalamannya ketika mondok di Gontor Dulu, lantas ketika suatu hari beliau mendapatkan telepon via petugas pondok (Gontor) yang mengabarkan bahwa beliau harus segera pulang, ketika tiba di rumahnya, beliau telah mendapati ayah tercintanya sudah berpulang untuk selama-lamanya, alangkah sedihnya beliau pada saat itu, “itu musibah sekaligus cobaan kepada saya waktu itu, apakah saya akan lanjut mondok atau pulang, dan saya berkeyakinan untuk terus belajar di pondok sambil berjualan buku di toko milik pesantren ” kenangnya kepadaku dan Bawo.

Aku merasa terharu sekaligus salut kepada guruku itu, beliau bisa bertahan ketika suratan takdir sejenak tidak berpihak kepadanya.

Kemudian selepas obrolan tadi, aku dan Bawo pamit, Bawo langsung pergi ke dapur untuk sarapan sedangkan aku terlebih dahulu masuk kamar untuk menyimpan buku dan ganti pakaian. Tibanya di dapur,aku bertemu dengan Arham –saudaraku yang juga kuliah dan mondok disini-, dia memintaku untuk menemuinya di kamar setelah aku selesai sarapan nanti.

Lalu setelah makan –tepat pukul 7 pagi-, aku langsung pergi menemui saudaraku tadi, terus terang aku tidak mempunyai firasat apapun, namun ketika aku tidur semalam, aku bermimpi naik pesawat terbang.

“Dul, saya sudah belikan kamu tiket” tukasnya sambil memberi tiket Garuda
”lho? Emang siapa yang mau pulang” kataku heran
”sekarang, kamu lebih baik pulang dulu, tadi pagi amang dapat telepon bapakmu dirawat di RS” terangnya kepadaku
”yang bener ah, kemaren masih SMSan” jawabku heran
”sekarang pergi mandi sana, nanti dianter ke bandara” katanya singkat sambil mengambi peralatan mandi.

Aku pun pergi bersama dengan mas Yasik, mas Odang dan tentu mang Arham yang akan mengantarkanku ke Bandara Juanda Surabaya, aku sebenarnya masih bingung, kenapa tiba-tiba aku disuruh pulang, aku terus bertanya-tanya dalam hati, ada apa ini, beberapa SMS masuk di hape, yang menyatakan duka cita, lalu pacarku ketika itu,jua meneleponku menanyakan keadaan dan posisiku sekarang dan di akhir telepon dia berucap ”yang sabar ya sayang, mungkin Tuhan punya rencana lain buat kamu”, sebelumnya aku coba menghubungi rumah dan hape saudaraku, tidak ada jawaban. Semua seolah bungkam, semua seolah sedang bersandiwara kepadaku

Setibanya di Bandara Soekano-hatta Cengkareng, setelah terbang selama 80 menit di udara dari Surabaya-Jakarta, akhirnya aku bertemu mang Herman dan Pak Kumis yang menjemputku di bandara, tanpa banyak kata mereka langsung membawaku pergi meninggalkan bandara menuju kota kecilku.

Setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lamanya, akhirnya aku tiba di kota kecilku, aku lantas dibawa ke kampung Sirojul Banat –kampun kelurga bapakku- disana sudah berkumpul ribuan masyarakat yang sedang menunggu kedatangan seseorang. Lalu aku pun di bawa ke rumah Kang Endin –sesepuh kampung yang juga kakekku-, kemudian beliau berkata ”Dul, kamu harus sabar, karena orang sabar disayang Allah SWT, tadi pagi bapakmu sudah pergi menghadapNya” jelasnya, seketika itu tangisku pecah, aku menjerit dan menangis sejadi-jadinya, ”sudah, jangan nangis!!!! Kanjeng nabi juga Dulu di tinggal ayah-ibunya, ketika beliau berumur 6 tahun, udah sekarang kamu wudlu dan kita sholatkan bersama-sama, diluar sudah banyak masyarakat yang menunggu kedatanganmu” bujuknya sambil mengangkat tubuhku yang lemas.

Tiba di rumah duka, aku melihat ada seorang lelaki tua yang sudah terbujur kaku, kain putih nan bersih menutupi seluruh jengkal tubuhnya, disampingnya ada beberapa santri yang sedang membaca surat Yasin, dia seolah tersenyum kepadaku, wajahnya bersih dan wangi lantas aku menghampirinya dan tak segan kuciumi keningnya untuk terakhir kali. Ya untuk terakhir kali, aku mencium kening lelaki tua itu; yang tak lain adalah bapakku.

Lamunanku seketika terhenti, ketika Mas Rosyid yang duduk persis di sampingku mulai membacakan surat Yasin untuk mendiang pak Jojon.


*******************************


teriring tangis keluarga tercinta
kuantarkan dirimu
ke tempat abadi kita semua
ke tempat tak berujung
menghadap kehadirat Illahi
 inilah peristirahatan terakhirmu
bukan rumah seharga uang miliyar
bukan rumah vila di puncak gunung
melainkan rumah keabadian
yang tak berpintu dan berjendela
dan aku pun, tak dapat temani jasadmu lagi
maafkan aku..!
hanya sampai disini
aku berjanji untukmu
bahagiakan istri dan anakmu.

No comments:

Post a Comment