Wednesday, June 22, 2011

I J O I R E N G ( XII )


Ijo ireng adalah warna bendera salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia. Dalam bahasa jawa “ijo” berarti hijau dan “ireng” berarti hitam, organisasi ini telah melahirkan banyak tokoh kaliber nasional, beberapa diantaranya Jusuf Kalla, Nurkholis Majid, Akbar Tanjung dan masih banyak lagi.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah nama organisasi ini, tadinya terus terang aku merasa ragu untuk bergabung dan menjadi bagian dari organisasi ini, disamping aku masih ingin menikmati sedikit waktu luangku setelah seminggu bergumul dengan tumpukan buku dan tugas-tugas, aku juga sedikit mengerti bahwa hampir 95% anggota keluarga besarku terlahir dan besar pada organisasi berbeda, bahkan bapakku (alm) adalah didikan organisasi berbendera kuning biru yang notabenenya adalah lawan politik organisasi ini.

Oleh karena alasan tadi, aku bimbang akan kemana langkahku, selain harus cermat memilih aku juga berkeinginan dapat melihat sesuatu pada sudut yang berbeda, hingga suatu kesempatan aku berdiskusi dengan bapak (alm).

“menurut bapak, dengan cara apa kita dapat menemukan jati diri?” tanyaku padanya, ketika liburan lebaran pertama kuliah.

“sebisa mungkin kamu harus sering berkumpul dengan orang banyak agar pengetahuan dan pengalamanmu bertambah, nah.. dari sanalah kamu bisa memilah dan memilih apa saja yang baik dan buruk buat kamu jalani, lebih dari itu kamu harus bisa memimpin” jelasnya panjang.

“lalu apa enaknya jadi pemimpin; sering dikritik, dicaci maki, bukankah lebih enak jadi makmum saja?” tanyaku seolah tak setuju.

“kamu pasti hafal hadist Rosullah SAW; setiap kamu adalah pemimpin, bukan makmumkan! Pada saat sering dikritik, dicaci maki itulah, kamu akan berpikir untuk introspeksi diri dan lebih jauhnya lagi kamu akan terlatih untuk memecahkan masalah pada situasi itu, jadi bukan hanya menunggu komando saja, hidup itu harus punya karakter, nak. Agar tidak di permainkan yang lainnya” jelasnya sambil mengisap sebatang Dji Sam Soe.

“oia, betul pak, terus caranya untuk terlatih seperti itu, bagaimana?’ timpalku sambil membenarnya letak dudukku.

“ya kamu harus masuk dan aktif di organisasi, disana kamu akan menemui banyak tantangan dan bertemu banyak orang, tapi jangan berpikir bahwa dunia sekolah sama seperti dengan dunia gerekan mahasiswa?” jelasnya.

“memang bedanya dimana, pak? Oia, sewaktu OSPEK dulu banyak yang nawarin Adul untuk masuk organisasi”. Kataku sambil menyeruput kopi susu bikinanku.

“ketika kamu masuk dunia kampus, kamu akan menemui berbagai macam watak dan komplesitas pergaulan, berbeda dengan ketika di sekolah, semua masih karena guru. Wah bagus itu, dul, berarti kamu sudah terdeteksi mereka, memang apa yang membuat kamu istimewa seperti itu?” timpalnya.

“ya, mungkin waktu itu Adul mungkin terlihat vokal aja, mereka memakai banyak bendera, ada yang berwarna hijau-hitam, kuning-biru, merah-hitam, hitam-putih dan banyak lagi, Adul jadi bingung milihnya. Klo bapak dulu apa?” tanyaku.

“pada dasarnya semua organisasi itu sama bagusnya, namun yang akan membedakan dari semua itu adalah kemauanmu untuk maju dan berkembang kedewasaan berpikir, maka dari sanalah pola pikirmu akan sedikit demi sedikit terbuka. Kalau bapak dulu ikut yang warnanya kuning-biru, bahkan hampir semua saudara-saudaramu terdidik dari sana, tapi bapak tidak akan memaksa kamu untuk ikut organisasi tersebut, silakan kamu mau pilih yang mana saja, yang terpenting adalah karakter dan jatidirimu terbentuk”. Ungkapnya bijak.

“iya pak, mungkin semester depan Adul sudah mulai aktif di organisasi pada salah satu bendera mereka”. Timpalku.

“besar harapan bapak, kamu bisa menjadi pemimpin, minimal dalam keluarga”. Jelanya sambil menepuk-nepuk bahuku.

Itulah secuil cuplikan percakapan dengan bapak nomor satuku, aku bangga padanya, karena dia tidak pernah membatasi pola pikir anaknya, bahkan ketika akan masuk kuliah dulu di kampusku yang sekarang ini, bapak siap pasang badan ketika ada sebagian dari keluarga besarku yang melarangku berkuliah di universitas ini, karena masalah klasik beda paham dalam beribadah.

************************

Selepas liburan lebaran, ternyata benar saja,- di pelataran pintu masuk kampus hampir dikuasai mahasiswa senior yang berderet mempromosikan organisasinya, aku acuh saja kulangkahkan kakiku menuju kelas kuliah hari iini, namanya bukan promosi kalau tanpa bujuk rayu, beberapa diantara mereka sigap mendatangiku yang acuh berjalan maju.

“dik, silakan ambil brosurnya, ini organisasi tertua di indonesia bahkan berdiri sebelum Budi Oetomo?” bujuknya kepadaku.

Wah mas, terima kasih. Saya sedang terburu-buru, ada kuliah” sanggahku yang terus berjalan, tetapi yang terpikir lucu olehku adalah promosinya yang menyatakan “organisasi tertua sebelum Budi Oetomo”, aku tidak habis pikir mendengar kata-kata promosi orang tadi, “siapa yang buta sejarah, apa aku yang harus membaca lagi, sepengetahuanku, Budi Oetomo adalah cikal bakal berdirinya organisasi di Indonesia” pikirku heran sambil terus berjalan berlalu meninggalkan kerumunan orang-oarang tadi.

Setelah kejadian tadi, ketika aku hendak shalat dhuhur di mushola kampus, aku bertemu dengan salah satu senior yang kuhapal dia adalah pentolan salah satu organisasi di kampus,

“dul, habis ini ada acara gak? “ sapanya akrab

“wah, kebetulan gak ada mas, aku mau langsung pulang” jawabku sopan.

“ayo ikut seminar, ada seminar tentang “urgensi RUU pornografi, pematerinya ada; anggota DPR RI, artis, ada juga mantan PSK” jelasnya kepadaku.

“wah keren tuh, bayar gak mas? Terus terang klo bayar saya gak punya duit” sambungku.

“gratis, asal kamu mau ikut organisasiku” jawabnya singkat.

Sejurus kemudian, aku berjalan mengikuti seniorku ini, dalam perjalanan dia mempromosikan organisasinya, dari mulai sejarah berdirinya hingga keimpulan bahwa merekalah yang terbaik di kampus ini, aku sendiri acuh saja dengan penjelasannya, dalam pikiranku sekarang adalah aku bisa bertemu artis dan juga PSK itu.

******

Selesai seminar aku langsung pulang, tanpa sepengetahuan seniorku tadi, aku langsung pergi meninggalkan tempat seminar yang sedang mengerumuni artis dan PSK yang menjadi pemateri pada acara seminar itu. Dalam perjalanan pulang aku bertemu dengan Erluna –musuh diskusiku- dia mengajakku untuk lebih intens diskusi agar potensi yang kita milki bisa dikembangkan, namun intinya dia mengajakku gabung dalam organisasi “ijo ireng”nya, dengan nada diplomatis aku menjawab

“ya, nanti aku pikir lagi” sambil berlalu pergi

“dul, nanti ku kabari lagi via hape” teriaknya keras seolah mengingatkan aku.

Lalu aku pergi dengan meyetop mobil kebesaranku, angkot biru CKL; jam hapeku menunjukan jam 17. 25 wib, itu berarti aku akan tiba ke pondok tepat adzan magrib berkumandang, berarti juga aku tak punya waktu banyak untuk sekedar meluruskan badan yang sudah seharian beraktifitas.

Benar saja prediksiku, sesampainya di pondok aku langsung wudlu dan bergegas menuju mesjid untuk berjamaah shalat magrib dan dirosah, di kamar teman-temanku sudah pergi ke mesjid, Cuma ada si Jono yang tiduran di dalam lemari untuk menghindari ustadz yang lalu lalang untuk mengingatkan kami berjamaah dan dirosah.

“sssssstttt, ojo rame dul” suaranya memecah keheningan asrama yang sudah kosong.

“oalah, kamu tho, Jhon” sambutku.

Aku pun pergi meninggalkan Jono yang sedang asik bersembunyi, padahal dirosah hari ini akan diisi oleh kepengasuhan, bapak Nafi selaku kepala pondok pesantren kami, aku sendiri tidak mengerti kenapa Jono tidak mau ikut disorahnya Ustadz nafi, seingatku dia dulu selalu bersemangat kalau ada dirosah kepengasuhan.

Akhirnya rutinitasku hari ini selesai sudah, mulai dari berjamaah subuh yang disambung dengan dirosah lalu pergi ke kampus dan berjamaah sholat magrib dan isya yang diselingi dengan dirosah. aku pun langsung merebahkan badanku di atas ranjang berlantai 2, namun sesaat kemudian, ada panggilan dari mikrofon yang memanggil namaku.

“Attension to Abdul Omen there is someone calling you” begitu suara mikrofon itu berbunyi memanggilku.

Tentu saja, aku langsung bergegas turun ke lantai 1 menuju ruang telepon, pikirku, “siapa yang tumben menelpon aku ya”

“haloo, assalamu’alaikum, ini dengan Omen ya?”

“wa’alaikumsalam, iya betul, ini sapa ya?”

“ini mas Puji sumargono, oia, katanya Erluna kamu tertarik ikut organisasi ya” tanyanya tanpa basa-basi.

“iya mas”

“sekarang kamu bisa datang ke Tirto Utama Gg.8 gak?” pintanya yang masih tanpa basa-basi.

“waduh mas, aku baru aja datang ke pondok, klo sekarang aku kesana, udah malam lagi pula aku mau ngerjain tugas kuliah” jelasku diplomatis.

“ya udah, klo begitu besok kamu bisa ikut training kader 1 khan, acaranya dilaksanakan besok sampai minggu sore, biayanya Cuma Rp. 20.000,;” jelasnya masih tanpa basa-basi.

“ iya mas, insyaAllah saya datang, besok jam berpa dan kumpul dimana?” tanyaku mencoba untuk memperjelas.

“besok kumpul dulu di alamat tadi –Tirto Utama Gg. 8- jam 08.00 pagi ya, ditunggu loh, maaf udah ganggu kamu” sambungnya.

“okeh mas, ga apa-apa”

“assalamu’alaikum”

“wa’alaikum salam”

Dan pagi itu, aku berangkat untuk mengikuti latihan kader 1 se-KorKom kampus, sebagai catatan ternyata hanya aku; kader yang tidak mengikuti tahapan seleksi atau screning organisasi. Dan setelah itu, aku resmi menjadi bagian dari kader Ijo-Ireng.

No comments:

Post a Comment